#IndonesiaTanpaJIL

BlogTag

BlogTag
Verba volant, scripta manent - Words fly, written stays

Tuesday, September 21, 2010

Berpikir itu Indah

Kadang kita menilai seseorang “kurang berpikir” dikarenakan tindakan yang dilakukannya salah atau dinilai salah oleh masyarakat umum. Kadang juga permasalahan berpikir ini menjadi lebih rumit lagi manakala seseorang yg harus bertindak sesegera mungkin dituntut untuk berpikir secara cepat untuk mengatasi suatu masalah, padahal dia sendiri tidak memiliki pengetahuan yang cukup terhadap masalah yang dihadapinya, bahkan mungkin dia sendiri tidak tahu apa yg sebenarnya terjadi.
Akal pikiran sebenarnya diciptakan Tuhan sebagai software untuk manusia bertindak. Bertindak dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang bisa mengubah suatu keadaan atau membuat sesuatu. Inspirasi dan kreativitas juga timbul akibat pikiran yang diolah dan dikombinasikan dengan perasaan dan selera. Tentunya banyak hal lain yang  mempengaruhi inspirasi dan kreatifitas manusia, seperti lingkungan, budaya, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan dan tentunya wawasan. Mengapa wawasan? Karena wawasan inilah yg penting bagi kita untuk berkembang. Seseorang yang tidak pernah meninggalkan tanah kelahirannya dan hanya mengenal orang-orang itu saja tanpa pernah bersinggungan dengan dunia luar, akan merasa bahwa dunianya adalah dunia terindah dan terbaik yang dimilikinya. Apalagi ada doktrin yang diterima sepanjang hidupnya, dan keterbatasan - atau malah dibatasinya – sumber informasi yang diterimanya. Saya pernah menonton film dokumenter tentang masyarakat Korea Utara yang geraknya dibatasi oleh Pemerintahnya, dan doktrin tentang kehebatan dan kebaikan dari Kim Jong Il, Sang Jenderal besar pemimpin mereka selalu didengung-dengungkan oleh media dan agen pemerintah. Hukuman yang diberikan untuk yang melanggar aturan sangat kejam dan mengerikan. Akhirnya, masyarakatnya yang cara berpikirnya terus dilemahkan, dengan arus informasi yang sangat dibatasi, akhirnya akan tercuci otaknya dan menganggap semua yang dikatakan dalam doktrin itu adalah benar. Akhirnya, tidak ada lagi batasan antara ketakutan dan kesadaran dalam perkataan dan perbuatan. Seiring terusnya generasi tumbuh, masyarakat Korea Utara telah terprogram untuk selalu memberikan puja dan puji untuk Jenderal Besarnya, entah apakah itu atas dasar kesadaran atau keterpaksaan. Alam pikiran sudah tidak bisa lagi membedakan. Hanya beberapa gelintir orang yang melawan doktrin tersebut, dengan menerima informasi dari luar ataupun berusaha mengembangkan pikiran mereka sendiri yang akhirnya memberontak dan mencari suaka ke Korea Selatan ataupun negara-negara lain. Tapi akibat yang diterima oleh keluarga orang-orang yang membelot tersebut sudah pasti sangat keras dan mengerikan. Kalau tidak dibunuh, mereka dimasukkan ke suatu penjara khusus untuk para pembelot, dan di sana diperlakukan seperti budak.
***
Rene Descartes (1596-1650), seorang ahli matematika, fisika dan filsuf asal Prancis menegaskan bahwa
tubuh dan jiwa manusia itu adalah dua hal yang sangat berbeda dan harus dipisahkan. Tubuh adalah suatu mesin yang terdiri dari bagian-bagian yang kompleks. Dan jiwa adalah sesuatu yang tidak berbagi, tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Jiwa ditandai oleh berpikir.
Saya tertarik dengan kalimat yang terakhir dari Descartes, yaitu Jiwa ditandai oleh berpikir. Descartes sendiri, dengan mengeluarkan pemahaman seperti itu, secara sadar atau tidak sadar telah berpikir. Kalau kemudian terjadi pertentangan pendapat atas pemahamannya itu - ada yang setuju dan ada yang tidak setuj - itu sangat wajar terjadi, karena itu juga adalah hasil olah pikir dari orang-orang yang tertarik pada pemahaman itu. Tapi, dengan pemahaman bahwa jiwa ditandai dengan berpikir, memunculkan pengertian bahwa Descartes memberikan makna lebih kepada pikiran. Kalau kita pahami dari sisi berbeda, pemahaman itu menggiring kita untuk menyimpulkan bahwa Berpikir adalah sama dengan hidup itu sendiri. Maka dari pemahaman itu apabila seseorang sudah tidak lagi berpikir, otomatis tubuh itu sudah tidak berjiwa lagi. Tubuh akan hampa dan yang tinggal adalah bagian-bagian yang kompleks tersebut tanpa jiwa. Sounds too much? Well, mungkin iya. Tapi kesimpulan itu muncul dari pemahaman bahwa jiwa itu akan tetap ada selama manusia hidup, sementara penanda jiwa adalah berpikir. Ketika tubuh dan jiwa adalah dua hal berbeda yang harus dipisahkan, maka jika pikiran sudah tidak lagi ada maka tubuh pun hanya seperti komputer tanpa operating system. Seonggok mesin yang pernah aktif di masa masih bisa berpikir, dan sekarang sudah tidak diperlukan lagi.
Mungkin terlalu mengada-ada dan tidak sejalan dengan pandangan sosial secara umum, namun patut kita cermati makna filosofis dari hidup dan berpikir itu sendiri berdasarkan pemahaman Descartes di atas. Berpikir, adalah penanda eksistensi manusia dalam kehidupannya. Berpikir, adalah privilege yang diberikan Allah kepada kita sebagai makhluk yang paling sempurna, bahwa kita adalah pemegang amanat Allah untuk menjadi khalifah di muka Bumi. Berpikir, harus didukung dengan pendidikan yang cukup. Masing-masing manusia memiliki potensi yang jika digali dan dikembangkan secara positif akan menjadi karya-karya yang bermanfaat bagi sesama manusia. Berpikir itu haruslah ditunjang dengan akhlak yang baik, sehingga tercipta output yang positif pula.
***
Menggali pemikiran bukan berarti kita harus mengeluarkan pikiran kita, memeras otak. Socrates misalnya, lebih banyak mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang justru memancing lawan bicaranya mengeluarkan ide, mengeluarkan pemikiran dan pendapat. Di sanalah muncul ide-ide baru, terutama dari murid-muridnya. Socrates bahkan disebut sebagai "lalat pengganggu lembu dan kuda" karena pertanyaan-pertanyaannya yang memacu orang untuk berpikir, kadang melawan kepatutan pada masa itu.
Di masa kini, ketika media sudah sangat banyak dan mudah dijangkau, kita seakan terjabak arus informasi yang masuk hanya dari satu sumber. Kita malas berpikir, dan terjebak dengan kepercayaan terhadap satu atau hanya beberapa sumber berita, tanpa analisa kemungkinan lain. Satu atau beberapa sumber yang saya maksud di sini adalah "media" dalam definisi media massa, baik cetak ataupun elektronik. Kita tidak berpikir tentang "media-media" lain  dalam pengertiannya yang hakiki. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, media itu maknanya:
me.dia
[n] (1) alat; (2) alat (sarana) komunikasi spt koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk; (3) yg terletak di antara dua pihak (orang, golongan, dsb): wayang bisa dipakai sbg -- pendidikan; (4) perantara; penghubung; (5) zat hara yg mengandung protein, karbohidrat, garam, air, dsb baik berupa cairan maupun yg dipadatkan dng menambah gelatin untuk menumbuhkan bakteri, sel, atau jaringan tumbuhan
dari definisi di atas - kecuali definisi kelima - jelas bahwa media itu juga mencakup networking dan juga eyewitness. Media itu luas. Kalau dalam Bahasa Al Quran, media itu adalah "ayat-ayat Allah". Dari sinilah sebenarnya jalan pikiran kita harus digiring. Jangan mau digiring oleh media yang jelas-jelas tidak imparsial, tidak cover both sides. Kita manusia, makanya kita berpikir. Mempercayai sumber yang salah akan menggiring pikiran pada jalan yang salah, membuahkan ouput yang salah pula.
Berpikir, membuat kita bisa mengembangkan diri, dalam koridor idealisme yang sangat kita pegang teguh. Dalam hal ini masing-masing memiliki idealisme tempat berpijak. Mungkin dasar negara, mungkin hati nurani, mungkin sebuah buku, mungkin pemikiran seseorang yang sangat diidolakan, mungkin juga Agama. Pada akhirnya pikiran dengan dilandasi idealisme dan pendidikan serta wawasan, akan membentuk karakter seseorang dan membawa dia pada jalan hidupnya. Dalam posting lain saya akan mencoba berbagi opini tentang sesuatu yang bisa mengiringi pemikiran sehingga bisa tetap menghasilkan output yang baik dan bisa diterima secara umum sebagai sesuatu yang baik.
Seperti pepatah China: "Jika kamu ingin mengetahui apa yang dilakukan seseorang di masa lampau, lihatlah keadaannya kini. Apabila kamu ingin mengetahui bagaimana keadaan seseorang di masa yang akan datang, lihatlah apa yang dilakukannya kini". Apa yang dilakukan tentu disasarkan pada pemikiran. Makanya, marilah kita memikirkan sesuatu sebelum bertindak. 

No comments:

Post a Comment